Kamis, 17 Mei 2012

Akuntansi Syari'ah (Akad Istishna')


PEMBAHASAN
A.     Pengertian Istishna’
Bai’al istishna’ atau disebut dengan akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan  (pembeli/mustashni’) dan pemjual (pembuat/shani’)­-(Fatwa DSN MUI). Shani’ akan menyediakan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna’ pararel).
Dalam PSAK 104 Per 8 dijelaskan barang pesanan harus memenuhi criteria:
1.      Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati
2.      Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk missal; dan
3.      Harus diketahui krakteristik secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya.
B.     Jenis akad istishna’
1.      Istishna’ yang akad jual belinya dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan mustashni dan shani’.
2.      Istishna’ pararel adalah suatu bentuk  akad istisna’ antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipesan pemesan.
Ø      Syarata akad istishna’pararel, pertama(antara penjual dan pemesan) tidak tergantung pada istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan  dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.
C.     Rukun dan Ketentuan Akad Istishna’
Adapun rukun-rukun istishna’ ada tiga, yaitu:
1.      Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (penjual /shani’).
2.      Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.
3.      Ijab dan qobul/ serah terima[1]
Ketentuan syariah dan (Fatwa No. 06/DSN-MUI/IV/2000)
1.      Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2.      Objek akad:
a.      Ketentuan tentang pembayaran
1.)    Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa  uang, barang, atau mamfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.
2.)    Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung  jawab pembeli.
3.)    Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
4.)    Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang.
b.      Ketentuan tentang barang
1.)    Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, motu) sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisian dapat dihindari.
2.)    Barang pesanan diserahkan kemudian.
3.)    Waktu dan penyerahan pesanan harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
4.)    Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
5.)    Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai dengan kesepakatan.
6.)    Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau mebatalkan akad.
7.)    Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.
3.      Ijab kabul
Adanya pernyataan dan espresi saling ridha/rela diantara pihak-pihak akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komonikasi mudern.[2]
D.    Fatwa No. 22/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Istishna’ Pararel
Ø      Ketentuan Umum
1.      Jika LKS melakukan transaksi istishna’, untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada objek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak tergantung (Mu’allag) pada istishna’ kedua.
2.      LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (Margin During Construction) dari nasabah (Shani’) karena hai ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Semua rukun dan syarat-syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Berlaku pula dalam istishna’ pararel.
Ø      Ketentuan Lain
1.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan  diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah Tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata dapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai mestinya.[3]
E.     Berakhinya akad Istishna’
Kontrak istishna’ bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:
1.      Tidak terpenuhinya kewajiban secara formal oleh kedua belah pihak.
2.      Persetujuan kedua belah pihak untuk menhentikan kontrak.
3.      Pembatalan hukum kontrak. Ini jika muncul sebab ia masuk untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak dapat membatalkannya.[4]
F.      Landasan Hukum
a.        Al-Qur’an
Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”(QS. Al-Baqoroh:283).
b.      Al-Hadist
Amir bin Auf berkata: “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslim kecuali perdamaian yang mengharumkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.” (HR.Tirmidzi).
Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum denga tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majjah).[5]
Wiroso (2005: 168-187) menjelaskan bahwa sesuai dengan pengertian istishna’, maka mekanisme pembayaran transaksi istishna’ yang disepakati  dapat dalam akad dapat dilakukan dengan tiga cara; yaitu:
1.      Pembayaran Dimuka Secara Keseluruhan
Proses pembayaran ini dilakukan dengan cara keseluruhan harga barang pada saat akad sebelum aktivita istishna’ yang dipesan pada pembelian akhir. Cara pembayaran seperti ini sama dengan pembayaran dalam transaksi salam.
2.      Pembayaran Secara Angsuran Selama Proses Pembuatan
Proses pembayaran dilakukan oleh pemesan secara bertahap atau secara angsuran selama proses pembuatan barang. Cara pembayaran memungkinkan adanya pembayaran dalam beberapa termin sesuai dengan perkembanga proses pembuatan aktiva istishna’.
3.      Pembayaran Setelah Penyelesaian Barang

Prosese pembayaran dilakukan oleh pemesan kepada lembaga keuangan syaria’ah setelah aktiva istishna’ yang dipesan diserahkan kepada pembeli akhir, baik pembayaran secara keseluruhan maupun pembayaran secara angsuran. Cara pembayaran istishna’ seperti ini sama dengan cara pembayaran transaksi murabahah.[6]
G.    Teknis Penghitungan Transaksi Istishna’
1.      Transaksi istishna’ pertama
Untuk mengembangkan klinik Ibu dan Anak nya yang dikelolahnya, dr.Niken berencana menambah  satu unit bangunan seluas 100 M  khusus untuk rawat inap disebelah barat bangunan utama klinik. Untuk kebutuhan itu, dr.Niken memghubungi Bank Berkah Syari’ah untuk menyediakan bangunan baru sesuai dengan spesifikasi yang diinginkannya setelah serangkaian negosiasi beserta kegiatan survey untuk menghasilkan desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang, pada tanggal 10 february  ditandatangangilah akad transaksi istishna’ pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun kesepakatan antara dr.Niken dengan Bank Berkah Syari’ah adalah sebagai berikut:
·        Harga Bangunan : Rp 150.000.000
·        Lama penyelesaiannya : 5 bulan (paling lambat tanggal 10 juli)
·        Mekanisme penagihan : 5 termin sebesar Rp 30.000.000  pertermin mulai tanggal 10 agustus
·        Mekanisme pembayaran : setiap 3 hari setelah tanggal penagihan
Penjurnalan Transaksi Istishna’
a.       Transaksi biaya pra akad (Bank sebagai penjual)
Misalkan : pada tanggal 5 february, untuk keperluan survey dan pembuatan desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang, Bank Berkah Syari’ah telah mengeluarkan Kas Hingga RP 20.000.000. maka jurnal untuk transaksi ini adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debet  (Rp)
Kredit (Rp)
5/2/
beban praakad ditangguhkan
20.000.000


             Kas

20.000.000

b.      Penandatanganan akad dengan pembeli (Bank sebagai penjual)
Misalkan, kasus dr. Niken dengan Bank Berkah Syari’ah diatas, transaksi istishna’ jadi disepakati pada tanggal 10 february, maka jurnal pengakuan beban perakad menjadi biaya istishna’ adalah sebagai berikut
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
10/2/
Biaya istishna’
20.000.000


      Beban praakad ditangguhkan

20.000.000
c.       Penagihan piutang istishna’ pembeli
Misalkan pada kasus diatas, penagihan oleh bank kepada pembeli akhir dilakukan dalam 5 termin dalam jumlah yang sama yaitu Rp 30.000.000, setiap tanggal 10 mulai bulan agustus. Maka jurnal untuk mengakui 5 kali penagihan piutang istishna’ kepada pembeli dan penerimaan pembayaran  dari pembeli tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
10/8
Piutang istishna’
30.000.000


         Termin istishna’

30.000.0000

*150.000.000/5 termin=30.000.000/pertermin.



d.      Penerimaan pembayaran piutang istishna’ dari pembeli
Pembayaran piutang istishna’ oleh nasabah dilakukan setelah menerima tagihan istishna’ dari bank. Oleh karena termin istishna’ merupakan pos lawan dari piutang istishna’, maka pada waktu pembayaran piutang bank sebagai penjual perlu menutup termin istishna’.
Misalkan, dalam kasus diatas, pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan 3 hari setelah menerima tagihan dari bank sebagai penjual. Maka jurnal untuk mengakui setiap penerimaan pembayaran dari pembeli adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
13/8
 Kas/rekening nasabah pembeli istishna’
30.000.000


            Piutang istishna’

30.000.000

Termin istishna’
30.000.000


    Asset istishna’ dalam penyelesaian

30.000.000

2.      Transaksi Istishna’ kedua
Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan dr.Niken pada tanggal 12 February , Bank Berkah Syari’ah memesan kepada kontraktor PT.Thariq kontruksi dengan kesepakatan adalah sebagai berikut:
·        Harga bangunan : Rp 130.000.000
·        Lama penyelesaianya : 4 bulan 15 hari (paling lambat 27 juni) Mekanisme  penagihan kntraktor tiga termin pada saat penyelesaian 20%,     50% dan 100%.
·        Mekanisme pembayaran oleh Bank : dibayar tunai sebesar tagihan oleh kontraktor.
Penjurnalan Transaksi Istishna’
Pembuatan akad istishna’ pararel dengan pembuat barang (Bank Sebagai pembeli)
Berdasarkan PSAK No 104 paragraf 29 disebutkan bahwa biaya perolehan istishna’ pararel terdiri dari
ü      Biaya perolehan barang pemesan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas.
ü      Biaya tidak langsung yaitu biaya overhead termasuk biaya akad dan praakad.
ü      Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.
a.       Penerimaan dan pembayaran tagihan kepada penjual (pembuat) barang istishna’
Dalam kasus diatas, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dilakukan dalam tiga termin yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%. Misalkan dalam perjalanannya, realisasi tagihan ketiga termin tersebut ditunjukan dalam table berikut:
  
No termin
Tingkat penyelesaian
Tanggal penagihan kontraktor
Jumlah
Penagihan
Tanggal pembayaran
Jumlah pembayaran
I
20%
1 April
26.000.000
8 April
26.000.000
II
30%
15 Mei
39.000.000
22 Mei
39.000.000
III
50%
25 Juni
65.000.000
2 Juni
65.000.000

b.      Lanjutan transaks diatas
Missal pada tanggal 1 april, PT.Thariq kontruksi melesaiakan 20% pembangunan dan menagih pembayaran termin pertama sebesar Rp 26.000.000 (20%X Rp 130.000.000) kepada Bank Berkah Syari’ah. Jurnal penagihan pembayaran oleh pembuat barang adalah sebagai berikut:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
¼
Asset istishna’ dalam penyelesaian
26.000.000


    Hutang istishna’

26.000.000

c.       Lanjutan transaksi diatas
Misalkan tagihan kedua diterima pada tanggal 15 mei dan diikuti dengan pembayaran oleh bank pada tanggal 22 mei.  Jurnal untuk transaksi berikut adalah sebagai berikut: 

Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
15/5/
Asset istishna’ dalam penyelesaian
39.000.000


      Hutang istishna’

39.000.000*

*(50%-20%) X Rp  130.000.000 = 39.000.000


22/5/XA
Hutang istishna’- pembuat barang
39.000.000


        Kas/rekening nasabah pemasok

39.000.000
d.      Lanjutan transaksi diatas
Missalkan, tagihan ketiga tanggal 25 juni  dan dibayarkan pada tanggal 2 juni . Jurnar untuk transaksi adalah:
tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)


25/6
Asset istishna’ dalam penyelesaian
65.000.000


       Hutang istishna’

65.000.0000*

*(100%-50%) X Rp 130.000.000=65.000.000


2/7
 Hutang istishna’-pembuat barang
65.000.000


      Kas/rekening nasabah pemasok

65.000.000
Kesimpulan
Dari latar belakang dan isi makalah diatas, dapat lah saya ambil kesimpulan bahwah akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pesanan pembuatan barang tertentu dengan  criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat /shani’).
Walaupun istishna’ adalah akad jual beli, tetapi memiliki perbedaan dengan salam maupun morabahah. Istishna’ lebih kekontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan dapat dibayar secara tangguh pula.
DAFTAR REFRENSI
ü      Muhammad,Rifqi, Akuntansi Keuangan Syari’ah Konsep dan Implementasi PSAK Syari’ah. Edisi 1, Yokyakarta : P3EI Press, 2008.
ü      Nurhayati, Sri, Wasilah. Akuntansi Syari’ah di Indonesia Edisi 2 Revisi, Jakarta : Salemba Empat, 2011.
ü      Rizal Yaya, Aji Eerlangga Matawireja, Ahim Abdurahim. Akuntansi Perbankan Syari’ah : Teori dan Praktek Kontemporer. Jakarta : Salemba Empat, 2009.


















[1] Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesi (Jakarta : Salemba Empat, 2011), hlm. 210-213.
[2] Ibid.
[3] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah konsep dan implementasi PSAK Syariah, (Yogyakarta: P3EI Press, 2008), hlm.233-234.
[4] Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesi (Jakarta : Salemba Empat, 2011), hlm. 214.
[5] Ibid.232-133.
[6] [6] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah konsep dan implementasi PSAK Syariah, (Yogyakarta:  P3EI Press, 2008), hlm.231-232.