PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Istishna’
Bai’al
istishna’ atau disebut dengan akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan pemjual (pembuat/shani’)-(Fatwa DSN MUI). Shani’ akan
menyediakan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati
dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna’ pararel).
Dalam PSAK 104 Per 8 dijelaskan
barang pesanan harus memenuhi criteria:
1.
Memerlukan proses pembuatan setelah akad
disepakati
2.
Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk missal; dan
3.
Harus diketahui krakteristik secara umum yang
meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya.
B.
Jenis
akad istishna’
1.
Istishna’ yang akad jual belinya dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan mustashni dan shani’.
2.
Istishna’ pararel adalah suatu bentuk akad istisna’
antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan,
penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipesan pemesan.
Ø Syarata
akad istishna’pararel, pertama(antara penjual dan pemesan) tidak tergantung
pada istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara
pemesan dan penjual dan akad antara
penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya
keuntungan selama kontruksi.
C.
Rukun
dan Ketentuan Akad Istishna’
Adapun rukun-rukun istishna’
ada tiga, yaitu:
1. Pelaku
terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’)
dan penjual (penjual /shani’).
2. Objek
akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk
harga.
3. Ijab
dan qobul/ serah terima[1]
Ketentuan syariah dan (Fatwa No.
06/DSN-MUI/IV/2000)
1.
Pelaku,
harus cakap hukum dan baligh.
2.
Objek
akad:
a.
Ketentuan
tentang pembayaran
1.) Alat
bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau mamfaat, demikian juga
dengan cara pembayarannya.
2.) Harga
yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila
setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka
penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab pembeli.
3.) Pembayaran
dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
4.) Pembayaran
tidak boleh berupa pembebasan utang.
b.
Ketentuan
tentang barang
1.) Barang
pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, motu) sehingga tidak ada
lagi jahalah dan perselisian dapat dihindari.
2.) Barang
pesanan diserahkan kemudian.
3.) Waktu
dan penyerahan pesanan harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
4.) Barang
pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
5.) Tidak
boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai dengan kesepakatan.
6.) Dalam
hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan
memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
mebatalkan akad.
7.) Dalam
hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat,
tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah
menjalankan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan.
3.
Ijab
kabul
Adanya
pernyataan dan espresi saling ridha/rela diantara pihak-pihak akad yang
dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara-cara komonikasi mudern.[2]
D.
Fatwa
No. 22/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Istishna’ Pararel
Ø Ketentuan Umum
1.
Jika LKS melakukan transaksi istishna’, untuk
memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan
pihak lain pada objek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak
tergantung (Mu’allag) pada istishna’
kedua.
2.
LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk
memungut MDC (Margin During Construction)
dari nasabah (Shani’) karena hai ini
tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Semua
rukun dan syarat-syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No.
06/DSN-MUI/IV/2000) Berlaku pula dalam istishna’ pararel.
Ø Ketentuan Lain
1.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syariah setelah Tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya,
dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata dapat kekeliruan, akan diubah
dan disempurnakan sebagai mestinya.[3]
E.
Berakhinya
akad Istishna’
Kontrak istishna’ bisa berakhir
berdasarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Tidak
terpenuhinya kewajiban secara formal oleh kedua belah pihak.
2. Persetujuan
kedua belah pihak untuk menhentikan kontrak.
3. Pembatalan
hukum kontrak. Ini jika muncul sebab ia masuk untuk mencegah dilaksanakannya
kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak dapat membatalkannya.[4]
F.
Landasan
Hukum
a.
Al-Qur’an
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”(QS. Al-Baqoroh:283).
b.
Al-Hadist
Amir
bin Auf berkata: “Perdamaian dapat
dilakukan diantara kaum muslim kecuali perdamaian yang mengharumkan yang halal
dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.”
(HR.Tirmidzi).
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan
: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum denga
tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majjah).[5]
Wiroso
(2005: 168-187) menjelaskan bahwa sesuai dengan pengertian istishna’, maka
mekanisme pembayaran transaksi istishna’ yang disepakati dapat dalam akad dapat dilakukan dengan tiga
cara; yaitu:
1.
Pembayaran
Dimuka Secara Keseluruhan
Proses
pembayaran ini dilakukan dengan cara keseluruhan harga barang pada saat akad
sebelum aktivita istishna’ yang dipesan pada pembelian akhir. Cara pembayaran
seperti ini sama dengan pembayaran dalam transaksi salam.
2.
Pembayaran
Secara Angsuran Selama Proses Pembuatan
Proses
pembayaran dilakukan oleh pemesan secara bertahap atau secara angsuran selama
proses pembuatan barang. Cara pembayaran memungkinkan adanya pembayaran dalam
beberapa termin sesuai dengan perkembanga proses pembuatan aktiva istishna’.
3.
Pembayaran
Setelah Penyelesaian Barang
Prosese
pembayaran dilakukan oleh pemesan kepada lembaga keuangan syaria’ah setelah
aktiva istishna’ yang dipesan diserahkan kepada pembeli akhir, baik pembayaran
secara keseluruhan maupun pembayaran secara angsuran. Cara pembayaran istishna’
seperti ini sama dengan cara pembayaran transaksi murabahah.[6]
G.
Teknis
Penghitungan Transaksi Istishna’
1.
Transaksi
istishna’ pertama
Untuk
mengembangkan klinik Ibu dan Anak nya yang dikelolahnya, dr.Niken berencana
menambah satu unit bangunan seluas 100 M
khusus untuk rawat inap disebelah barat
bangunan utama klinik. Untuk kebutuhan itu, dr.Niken memghubungi Bank Berkah
Syari’ah untuk menyediakan bangunan baru sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkannya setelah serangkaian negosiasi beserta kegiatan survey untuk
menghasilkan desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang, pada
tanggal 10 february ditandatangangilah
akad transaksi istishna’ pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun
kesepakatan antara dr.Niken dengan Bank Berkah Syari’ah adalah sebagai berikut:
·
Harga Bangunan : Rp 150.000.000
·
Lama penyelesaiannya : 5 bulan (paling lambat
tanggal 10 juli)
·
Mekanisme penagihan : 5 termin sebesar Rp
30.000.000 pertermin mulai tanggal 10
agustus
·
Mekanisme pembayaran : setiap 3 hari setelah
tanggal penagihan
Penjurnalan Transaksi Istishna’
a.
Transaksi biaya pra akad (Bank sebagai penjual)
Misalkan
: pada tanggal 5 february, untuk keperluan survey dan pembuatan desain bangunan
yang akan dijadikan acuan spesifikasi barang, Bank Berkah Syari’ah telah
mengeluarkan Kas Hingga RP 20.000.000. maka jurnal untuk transaksi ini adalah
sebagai berikut:
Tanggal
|
Rekening
|
Debet (Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
5/2/
|
beban
praakad ditangguhkan
|
20.000.000
|
|
|
Kas
|
|
20.000.000
|
b.
Penandatanganan akad dengan pembeli (Bank
sebagai penjual)
Misalkan,
kasus dr. Niken dengan Bank Berkah Syari’ah diatas, transaksi istishna’ jadi disepakati
pada tanggal 10 february, maka jurnal pengakuan beban perakad menjadi biaya
istishna’ adalah sebagai berikut
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
10/2/
|
Biaya
istishna’
|
20.000.000
|
|
|
Beban praakad ditangguhkan
|
|
20.000.000
|
c.
Penagihan piutang istishna’ pembeli
Misalkan
pada kasus diatas, penagihan oleh bank kepada pembeli akhir dilakukan dalam 5
termin dalam jumlah yang sama yaitu Rp 30.000.000, setiap tanggal 10 mulai
bulan agustus. Maka jurnal untuk mengakui 5 kali penagihan piutang istishna’
kepada pembeli dan penerimaan pembayaran
dari pembeli tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
10/8
|
Piutang
istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Termin istishna’
|
|
30.000.0000
|
|
*150.000.000/5
termin=30.000.000/pertermin.
|
|
|
d.
Penerimaan pembayaran piutang istishna’ dari
pembeli
Pembayaran
piutang istishna’ oleh nasabah dilakukan setelah menerima tagihan istishna’
dari bank. Oleh karena termin istishna’ merupakan pos lawan dari piutang
istishna’, maka pada waktu pembayaran piutang bank sebagai penjual perlu
menutup termin istishna’.
Misalkan,
dalam kasus diatas, pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan 3 hari setelah
menerima tagihan dari bank sebagai penjual. Maka jurnal untuk mengakui setiap
penerimaan pembayaran dari pembeli adalah sebagai berikut:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
13/8
|
Kas/rekening nasabah pembeli istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Piutang istishna’
|
|
30.000.000
|
|
Termin
istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Asset istishna’ dalam penyelesaian
|
|
30.000.000
|
2.
Transaksi
Istishna’ kedua
Untuk
membuat bangunan sesuai dengan keinginan dr.Niken pada tanggal 12 February ,
Bank Berkah Syari’ah memesan kepada kontraktor PT.Thariq kontruksi dengan
kesepakatan adalah sebagai berikut:
·
Harga bangunan : Rp 130.000.000
·
Lama penyelesaianya : 4 bulan 15 hari (paling
lambat 27 juni) Mekanisme penagihan
kntraktor tiga termin pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%.
·
Mekanisme pembayaran oleh Bank : dibayar tunai
sebesar tagihan oleh kontraktor.
Penjurnalan Transaksi Istishna’
Pembuatan akad istishna’ pararel dengan
pembuat barang (Bank Sebagai pembeli)
Berdasarkan
PSAK No 104 paragraf 29 disebutkan bahwa biaya perolehan istishna’ pararel
terdiri dari
ü Biaya
perolehan barang pemesan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada
entitas.
ü Biaya
tidak langsung yaitu biaya overhead termasuk biaya akad dan praakad.
ü Semua
biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika
ada.
a.
Penerimaan dan pembayaran tagihan kepada penjual
(pembuat) barang istishna’
Dalam
kasus diatas, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dilakukan dalam tiga termin
yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50% dan 100%. Misalkan dalam perjalanannya,
realisasi tagihan ketiga termin tersebut ditunjukan dalam table berikut:
No
termin
|
Tingkat
penyelesaian
|
Tanggal
penagihan kontraktor
|
Jumlah
Penagihan
|
Tanggal
pembayaran
|
Jumlah
pembayaran
|
I
|
20%
|
1
April
|
26.000.000
|
8
April
|
26.000.000
|
II
|
30%
|
15
Mei
|
39.000.000
|
22
Mei
|
39.000.000
|
III
|
50%
|
25
Juni
|
65.000.000
|
2
Juni
|
65.000.000
|
b.
Lanjutan transaks diatas
Missal
pada tanggal 1 april, PT.Thariq kontruksi melesaiakan 20% pembangunan dan
menagih pembayaran termin pertama sebesar Rp 26.000.000 (20%X Rp 130.000.000)
kepada Bank Berkah Syari’ah. Jurnal penagihan pembayaran oleh pembuat barang
adalah sebagai berikut:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
¼
|
Asset
istishna’ dalam penyelesaian
|
26.000.000
|
|
|
Hutang istishna’
|
|
26.000.000
|
c.
Lanjutan transaksi diatas
Misalkan
tagihan kedua diterima pada tanggal 15 mei dan diikuti dengan pembayaran oleh
bank pada tanggal 22 mei. Jurnal untuk
transaksi berikut adalah sebagai berikut:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
15/5/
|
Asset
istishna’ dalam penyelesaian
|
39.000.000
|
|
|
Hutang istishna’
|
|
39.000.000*
|
|
*(50%-20%)
X Rp 130.000.000 = 39.000.000
|
|
|
22/5/XA
|
Hutang
istishna’- pembuat barang
|
39.000.000
|
|
|
Kas/rekening nasabah pemasok
|
|
39.000.000
|
d.
Lanjutan transaksi diatas
Missalkan,
tagihan ketiga tanggal 25 juni dan
dibayarkan pada tanggal 2 juni . Jurnar untuk transaksi adalah:
tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
25/6
|
Asset
istishna’ dalam penyelesaian
|
65.000.000
|
|
|
Hutang istishna’
|
|
65.000.0000*
|
|
*(100%-50%)
X Rp 130.000.000=65.000.000
|
|
|
2/7
|
Hutang istishna’-pembuat barang
|
65.000.000
|
|
|
Kas/rekening nasabah pemasok
|
|
65.000.000
|
Kesimpulan
Dari latar
belakang dan isi makalah diatas, dapat lah saya ambil kesimpulan bahwah akad
istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pesanan pembuatan barang tertentu
dengan criteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat
/shani’).
Walaupun
istishna’ adalah akad jual beli, tetapi memiliki perbedaan dengan salam maupun
morabahah. Istishna’ lebih kekontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan
dapat dibayar secara tangguh pula.
DAFTAR REFRENSI
ü Muhammad,Rifqi,
Akuntansi Keuangan Syari’ah Konsep dan
Implementasi PSAK Syari’ah. Edisi
1, Yokyakarta : P3EI Press, 2008.
ü Nurhayati,
Sri, Wasilah. Akuntansi Syari’ah di Indonesia Edisi 2 Revisi, Jakarta : Salemba
Empat, 2011.
ü Rizal
Yaya, Aji Eerlangga Matawireja, Ahim Abdurahim. Akuntansi Perbankan Syari’ah : Teori dan Praktek Kontemporer.
Jakarta : Salemba Empat, 2009.
[1]
Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syari’ah
di Indonesi (Jakarta : Salemba Empat, 2011), hlm. 210-213.
[2]
Ibid.
[3]
Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan
Syariah konsep dan implementasi PSAK Syariah, (Yogyakarta: P3EI Press,
2008), hlm.233-234.
[4] Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesi (Jakarta
: Salemba Empat, 2011), hlm. 214.
[5]
Ibid.232-133.
[6]
[6]
Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan
Syariah konsep dan implementasi PSAK Syariah, (Yogyakarta: P3EI Press, 2008), hlm.231-232.
terima kasih.. sangat bermanfaat
BalasHapus