Sabtu, 21 April 2012

SEWA GUNA USAHA (LEASING)


SEWA GUNA USAHA (LEASING)
Ada beberapa pengertian leasing (Sewa Guna Usaha) yang dikemukakan oleh beberapa sumber yaitu:
Financial Accounting Standard Board (FASB 13)
Leasing adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang mudal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu.
The International Accounting Standard (IAS 17)
Leasing adalah suatu perjanjian dimana pemilik aset atau perusahaan sewa guna usaha (Lessor) menyediakan barang atau aset dengan hak penggunaan kepada penyewa guna usaha (lessee) dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka tertentu.
The Eguipment Leasing Association  (ELA-UK)
Leasing adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang atau aset tertentu  secara langsung, dari pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak kepemilikan barang tersebut tetap berada pada lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar sewa dengan jumlah dan jangka waktu yang telah ditetapkan.[1]
Kepusan Mentri Keuangan Nomor 1169/KMK.O1/I991 Tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)
Leasing adalah kegiatan pembiayan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease ) maupung leasing tampa hak opsi atau sewa guna usaha biasa (Operating Lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembiayaan berkala. Yang dimaksud dengan finace lease adalah kegiatang leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah kegiatang leasing dimana lessee pada akhir kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing.[2]
Ciri-ciri kegiatan leasing dari pangdangan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
ü      Perjanjian antara pihak lessor dengan pihak lessee.
ü      Berdasarkan perjanjian leasing, lessor mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak lessee.
ü      Lessee menbayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang atau aset.
ü      Lessee mengembalikan barang/aset tersebut kepada lessor pada akhir periode yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang tersebut.
Pada prisipnya, leasing mengandung pegertian yang sama, yaitu memeiliki unsur-unsur:
ü      Pembiayaan perusahaan
ü      Penyediaan barang-barang modal
ü      Jangka waktu tertentu
ü      Pembayaran berkala
ü      Ada hak pilih atau hak opsi
ü      Adanya nilai sisa yang disepakati bersama.[3]
B.     Mekanism Leasing
Dalam transaksi leasing, sekurang-kurangnya melibatkan 5 pihak yang berkepentingan, antara lain:
1.      Lessor
Yaitu perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. Dalam finance lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan.
2.      Lessee
Yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
3.      Pemasok
Merupakan perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
4.      Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.[4]
5.      Asuransi
Sebagai halnya bank, asuransi juga bukan sebagai pihak yang secara langung terlibat dalam perjanjian sewa guna usaha. Asuransi adalah lembaga pertanggungan sebagai perusahaan yang akan menanggung resiko terhadapt hal-hal yang diperjanjikan antara lessor dan lessee.[5]
C.     Kegiatan Leasing
Dalam surat keputusan mentri keuangan nomor 1169/KMK,01/1991 Tanggal 21 November 1991. Kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara:
1.      Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (Finance lease).
 Ciri-cirinya memenuhi persyaratan:
a.       Jumlah pembayan leasing dan selama masa leasing pertama kali, ditambah nilai sisa barang yang dilease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di leasikan dan keuntungan bagi pihak lessor.
b.      Dalam perjanjian leasing memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
Kemudian dalam praktek transaksi finance leasing dibagi lagi kedalam bentuk-bentu sebagai berikut:
1.      Direct finance lease
Ini dikenal dengan nama true lease, dalam transaksi ini pihak lessor menbeli baranf modal atas permintaan lessee dan sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee.
2.      Sales dan lease back
Proses ini dilakukan dimana pihak lease menjual barang modalnya kepada lessor untuk dilakukan kontrak leasing atas barng tersebut, antara lessee dengan lessor.
2.      Melakukan sewa guna usaha dengan tampa hak opsi bagi lessee (operating lease).
Ciri-cirinya memuat persyaratan sebagai berikut:
a.       Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor.
b.      Didalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee.
Sedangkan dalam praktek transaksi operating lease, dimana pihak lessor sengaja membeli barang modal untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee. Biaya yang dikenakan terhadap lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh lessee berikut bunganya.[6]
D.    Penggolongan Perusahaan Leasing
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan leasing dapat digolongkan kedalam tiga kelompok, antara lain:
1.      Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing dimana perusahaan ini berdiri sendiri atau independen dari pemasok yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Selain itu, perusahaan dapat membelinya dari berbagai pemasok atau produsen yang kemudian disewa kepada pemakai. Lembaga keunagan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing, adalah bank, perusahaaan asuransi dan lembaga keunagan lainya yang disebut sebagai lessor independen.
2.      Captive Lessor
Sering disebut dengan two party lessor, yang menyediakan dua pihak, yaitu:
ü      Perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary)
ü      Lessee atau pemakai barang.
Capital lessor ini akan tercipta apabila pemasok atau produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk menbiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak pemasok menyediakan pembiayaan leasing sendiri, maka akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan tradisional.
3.      Lease Broker Atau Packager
Befungsi mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing tetapi bease broker ini tidak memilik barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya.
E.     Pembayaran Leasing (Sewa Guna Usaha)
Besarnya uang sewa yang dibavarkan oleh lessee terdiri dari dua unsur, bunga dan cicilan pokok, jumlahnya selalu berubah-ubah. Pembayaran sewa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :[7]
1.      Pembayaran dimuka (payment in advence)
Pembayaran ansuran pertama dilakukan pada saat realisasi. Ansuran ini hanya mengurangi utang pokok karena saat itu belum dikenakan bunga.
2.      Pembayaran sewa dibelakang ( paymen in arrears)
Ansuran dilakukan pada prode berikutnya setelah realisasi. Angsuran ini mengandung unsur bunga dan cicilan pokok.
Besarnya pembayaran sewa pada setiap priode ditentukan oleh beberapa faktor:
a.      Nilai barang modal
Adalah total nilai harga barang modal dengan nilai sisa pada akhir masa kontrak.
b.      Simpanan jaminan
Simpanan ini dilakukan atas permintaan lessor sebagai security deposit yang besarnya tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Semakin besar besar simpanan jaminan maka semakin sedikit besarnya uang sewa priodik.
c.       Nilai sisa
Adalah pemikiran yang wajar atas nilai suatu barang modal yang ditransaksikan dalam kontrak lease pada akhir masa kontrak.
d.      Jangka waktu
Jangka waktu kontrak leasing dikaitkan dengan jangka waktu kegunaan ekonomis atau mamfaat barang modal tersebut.
e.      Tingkat bunga
Yang digunakan dalam penghitungan pembayaran leasing adalah tingkat bunga efektif yang diterapkan lessor yang dihitungkan berdasarkan besarnya biaya dana ditambah dengan tingkat keuntungan yang diharapkan.
F.      Perjanjian Leasing
Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessor disebut “lease agrement”, didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontraknya yang dibuat secara umum antara lain:
1.      Nama dan alamat lessee
2.      Jenis barng modal diinginkan
3.      Jumlah atau nilai barang yang dileasingkan
4.      Syarat-syarat kepemilikan atau syarat lainnya
5.      Biaya-biaya yang dikenakan
6.      Sangsi-sangsi apabila lessee ingkar janji
7.      Dan lain-lain[8]
G.    Fleksibilitas Dalam Leasing
Aktivitas sewa guna dapat menberikan kemodahan fleksibilitas  bagi pihak lessee. Fleksebilitas tersebut dapat menbuat skema-skema khusus dalam pemniayaan sewa guna usaha, antara lain:
1.      Step lease
Adalah suatu kontrak leasing yang menungkinkan pihak lessee mealkukan pembayaran baik dalam rangka untuk meningkatkan (step up lease) maupun mengurangi (step down lease)  jangka waktu leasing guna mengatasi keterbatasan arus kas lessee.
2.      Skipped payment lease
Adalah perjanjian/kontrak leasing yang menghendaki pihak lessee untuk melakukan pemabyaran selama periode atau bulan-bulan tertentu tahunnya.
3.      Swap lease
Memungkin lessee untuk melakukan penukaran atas barang yang disewa apabila barang tersebut rusak atau memperbaiki dan penggtian komponen tertentu, selama barang tersebut diversis untuk menghindari penambahan biaya pemeliharaan dan penundaan.
4.      Upgrade lease
Memberikan pilihan yang lebih fleksibel bagi lessee yang memungkinkan untuk meninta tambahan barang leasing guna meningkatkan kualitas efesiensi.
5.      Master lease
Lessor memberikan lease line kredit yang memungkinkan lessee untuk menambah barang/peralatan untuk disewa dengan persyaratan yang sama seperti kontrak sebelumnya.
6.      Short term or experimental lease
Perjanjian atau kontrak leasing kadang-kadang dilakukan dalam jangka waktu yang relatif pendek atau diberikan masa percobaan penggunaan barang yang disewa.[9]
H.    Mamfaat Leasing
Leasing mempeunyai beberapa mamfaat:
1.      Menghemat modal
Leasing ini menghemat modal kerja dalam memulai usaha, tidak perlu menyiapkan dana yang besar untuk menyiapkan barang-barang. Dana yang tersedia bisa dialokasikan untuk kebutuhan yang lain urgent.
2.      Diversifikasi sumber-sumber pembiayaan
Adanya sumber pembiayaan selain bank akan memberikan keluasan dan anternatif untuk membiayai usahanya tampa khawatir adanya kebijaksanaan pengertian ekspansi kredit perbankan yang akan membahayakan kelanjutan usahanya.
3.      Persyaratan yang kurang ketat dan lebih fleksibel
Perjanjiannya tidak seketat bank, meskipun lessor mempertimbangkan resiko yang biasanya dilakukan melalui princing  dari suatu kontrak leasing dengan penyesuaian atas keuntungan-keutungan yang diinginkan.
4.      Biaya lebih murah
Pengguna barang, peralatan melalui metode leasing lebih murah dibandingkan dengan kredit bank berdasarkan perhitungan nilai sekarang.[10]
5.      Resiko Pemutusan Kontrak
Lessee diberi hak berupa kemudahan untuk memutuskan kontrak, tetapi lessor juga  dapat menjual barang modal kapan saja dengan harga yang dapat menutupi bahkan melebihi dari sisa utang lessee.
6.      Pembukuan yang lebih mudah
Pembukuannya lebih mudah dan menguntungkan bagi perusahaan lessee. Bahkan cukup reasonable pula jika transaksi leasing dimasukan sebagai pembiayaan secara off balance sheet.
7.      Pembiayaan penuh
Tidak jarang pula pembiayaan sewa guna usaha diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini membantu lessee yang baru berdiri.
8.       Perlindungan dampak kemajuan teknologi
Lessee dapat terhindar dari kerugian akibat barang yang disewa ketinggalan mudel karena pesatnya teknologi.[11]






[1] Triandaru sigit, Budisantoso Toto, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat 2009), hlm 190.
[2] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta; RajaWali Pers, 2009), hlm 274.
[3] Triandaru sigit, Budisantoso Toto, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat 2009), hlm 190-191.
[4] Ibid        
[5] Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan (Jakarta: Sinar Grafika,2008), hlm,55.
[6]  Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta; RajaWali Pers, 2009), hlm, 277-278.
[7] Ibid:198-199
[8] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta; RajaWali Pers, 2009), hlm,279.
[9] Triandaru sigit, Budisantoso Toto, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat 2009), hlm 199-200.
[10] Ibid.196
[11] Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan (Jakarta: Sinar Grafika,2008), hlm,52-53.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar