SEWA GUNA USAHA (LEASING)
Ada beberapa pengertian leasing (Sewa Guna Usaha) yang
dikemukakan oleh beberapa sumber yaitu:
Financial
Accounting Standard Board (FASB 13)
Leasing adalah suatu perjanjian
penyediaan barang-barang mudal yang digunakan untuk suatu jangka waktu
tertentu.
The
International Accounting Standard (IAS 17)
Leasing adalah suatu perjanjian
dimana pemilik aset atau perusahaan sewa guna usaha (Lessor) menyediakan barang
atau aset dengan hak penggunaan kepada penyewa guna usaha (lessee) dengan
imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka tertentu.
The
Eguipment Leasing Association (ELA-UK)
Leasing adalah suatu kontrak
antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis
barang atau aset tertentu secara
langsung, dari pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak kepemilikan barang tersebut tetap berada pada lessor.
Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar sewa dengan jumlah
dan jangka waktu yang telah ditetapkan.[1]
Kepusan
Mentri Keuangan Nomor 1169/KMK.O1/I991 Tanggal 21 November 1991 tentang
Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)
Leasing adalah kegiatan
pembiayan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara leasing dengan hak
opsi (finance lease ) maupung leasing
tampa hak opsi atau sewa guna usaha biasa (Operating
Lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembiayaan berkala. Yang dimaksud dengan finace lease adalah kegiatang leasing
dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing
berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sedangkan yang dimaksud dengan operating
lease adalah kegiatang leasing dimana lessee pada akhir kontrak tidak mempunyai
hak opsi untuk membeli objek leasing.[2]
Ciri-ciri kegiatan leasing dari
pangdangan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
ü
Perjanjian antara pihak lessor dengan pihak lessee.
ü
Berdasarkan perjanjian leasing, lessor
mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak lessee.
ü
Lessee
menbayar kepada lessor uang sewa atas
penggunaan barang atau aset.
ü
Lessee
mengembalikan barang/aset tersebut kepada lessor pada akhir periode yang
ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang
tersebut.
Pada prisipnya, leasing
mengandung pegertian yang sama, yaitu memeiliki unsur-unsur:
ü
Pembiayaan perusahaan
ü
Penyediaan barang-barang modal
ü
Jangka waktu tertentu
ü
Pembayaran berkala
ü
Ada hak pilih atau hak opsi
ü
Adanya nilai sisa yang disepakati bersama.[3]
B. Mekanism Leasing
Dalam transaksi leasing, sekurang-kurangnya melibatkan 5
pihak yang berkepentingan, antara lain:
1.
Lessor
Yaitu
perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. Dalam finance lease, lessor bertujuan untuk
mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan
barang modal dengan mendapatkan keuntungan.
2.
Lessee
Yaitu perusahaan
atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
3.
Pemasok
Merupakan
perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual
kepada lessee dengan pembayaran
secara tunai oleh lessor.
4.
Bank
atau Kreditor
Dalam
suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat
secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal
penyediaan dana kepada lessor.[4]
5.
Asuransi
Sebagai halnya bank, asuransi
juga bukan sebagai pihak yang secara langung terlibat dalam perjanjian sewa
guna usaha. Asuransi adalah lembaga pertanggungan sebagai perusahaan yang akan
menanggung resiko terhadapt hal-hal yang diperjanjikan antara lessor dan
lessee.[5]
C. Kegiatan Leasing
Dalam surat keputusan mentri keuangan nomor
1169/KMK,01/1991 Tanggal 21 November 1991. Kegiatan leasing dapat dilakukan
dengan dua cara:
1. Melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi
bagi lessee (Finance lease).
Ciri-cirinya memenuhi persyaratan:
a. Jumlah
pembayan leasing dan selama masa leasing pertama kali, ditambah nilai sisa
barang yang dilease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang di
leasikan dan keuntungan bagi pihak lessor.
b. Dalam
perjanjian leasing memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
Kemudian
dalam praktek transaksi finance leasing dibagi lagi kedalam bentuk-bentu
sebagai berikut:
1. Direct
finance lease
Ini dikenal dengan nama true
lease, dalam transaksi ini pihak lessor menbeli baranf modal atas permintaan
lessee dan sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee.
2. Sales
dan lease back
Proses ini dilakukan dimana
pihak lease menjual barang modalnya kepada lessor untuk dilakukan kontrak
leasing atas barng tersebut, antara lessee dengan lessor.
2.
Melakukan
sewa guna usaha dengan tampa hak opsi bagi lessee (operating lease).
Ciri-cirinya memuat persyaratan
sebagai berikut:
a. Jumlah
pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan
barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor.
b. Didalam
perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee.
Sedangkan
dalam praktek transaksi operating lease, dimana pihak lessor sengaja membeli
barang modal untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee. Biaya yang
dikenakan terhadap lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
yang dibutuhkan oleh lessee berikut bunganya.[6]
D. Penggolongan Perusahaan Leasing
Dalam menjalankan kegiatan
usahanya, perusahaan leasing dapat
digolongkan kedalam tiga kelompok, antara lain:
1.
Independent
Leasing Company
Perusahaan
leasing jenis ini mewakili sebagian
besar dari industri leasing dimana perusahaan ini berdiri sendiri atau
independen dari pemasok yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan barang modal
nasabahnya (lessee). Selain itu,
perusahaan dapat membelinya dari berbagai pemasok atau produsen yang kemudian
disewa kepada pemakai. Lembaga keunagan yang terlibat dalam kegiatan usaha
leasing, adalah bank, perusahaaan asuransi dan lembaga keunagan lainya yang
disebut sebagai lessor independen.
2.
Captive
Lessor
Sering
disebut dengan two party lessor, yang menyediakan dua pihak, yaitu:
ü
Perusahaan induk dan anak perusahaan leasing
(subsidiary)
ü
Lessee atau pemakai barang.
Capital
lessor ini akan tercipta apabila pemasok atau produsen mendirikan perusahaan
leasing sendiri untuk menbiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila
pihak pemasok menyediakan pembiayaan leasing sendiri, maka akan dapat
meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan
pembiayaan tradisional.
3.
Lease
Broker Atau Packager
Befungsi
mempertemukan calon lessee dengan
pihak lessor yang membutuhkan suatu
barang modal dengan cara leasing tetapi bease broker ini tidak memilik barang
atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya.
E. Pembayaran Leasing (Sewa Guna Usaha)
Besarnya uang sewa yang
dibavarkan oleh lessee terdiri dari dua unsur, bunga dan cicilan pokok,
jumlahnya selalu berubah-ubah. Pembayaran sewa dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu :[7]
1.
Pembayaran
dimuka (payment in advence)
Pembayaran ansuran pertama
dilakukan pada saat realisasi. Ansuran ini hanya mengurangi utang pokok karena
saat itu belum dikenakan bunga.
2.
Pembayaran
sewa dibelakang ( paymen in arrears)
Ansuran dilakukan pada prode
berikutnya setelah realisasi. Angsuran ini mengandung unsur bunga dan cicilan
pokok.
Besarnya pembayaran sewa pada
setiap priode ditentukan oleh beberapa faktor:
a.
Nilai
barang modal
Adalah total nilai harga barang
modal dengan nilai sisa pada akhir masa kontrak.
b.
Simpanan
jaminan
Simpanan ini dilakukan atas
permintaan lessor sebagai security deposit yang besarnya tergantung kesepakatan
antara kedua belah pihak. Semakin besar besar simpanan jaminan maka semakin
sedikit besarnya uang sewa priodik.
c.
Nilai
sisa
Adalah pemikiran yang wajar
atas nilai suatu barang modal yang ditransaksikan dalam kontrak lease pada
akhir masa kontrak.
d.
Jangka
waktu
Jangka waktu kontrak leasing
dikaitkan dengan jangka waktu kegunaan ekonomis atau mamfaat barang modal
tersebut.
e.
Tingkat
bunga
Yang digunakan dalam
penghitungan pembayaran leasing adalah tingkat bunga efektif yang diterapkan
lessor yang dihitungkan berdasarkan besarnya biaya dana ditambah dengan tingkat
keuntungan yang diharapkan.
F. Perjanjian Leasing
Perjanjian yang dibuat antara
lessor dengan lessor disebut “lease agrement”, didalam perjanjian tersebut
memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontraknya yang
dibuat secara umum antara lain:
1. Nama
dan alamat lessee
2. Jenis
barng modal diinginkan
3. Jumlah
atau nilai barang yang dileasingkan
4. Syarat-syarat
kepemilikan atau syarat lainnya
5. Biaya-biaya
yang dikenakan
6. Sangsi-sangsi
apabila lessee ingkar janji
7. Dan
lain-lain[8]
G. Fleksibilitas Dalam Leasing
Aktivitas sewa guna dapat
menberikan kemodahan fleksibilitas bagi
pihak lessee. Fleksebilitas tersebut dapat menbuat skema-skema khusus dalam
pemniayaan sewa guna usaha, antara lain:
1.
Step
lease
Adalah suatu kontrak leasing
yang menungkinkan pihak lessee mealkukan pembayaran baik dalam rangka untuk
meningkatkan (step up lease) maupun
mengurangi (step down lease) jangka waktu leasing guna mengatasi
keterbatasan arus kas lessee.
2.
Skipped
payment lease
Adalah perjanjian/kontrak
leasing yang menghendaki pihak lessee untuk melakukan pemabyaran selama periode
atau bulan-bulan tertentu tahunnya.
3.
Swap
lease
Memungkin lessee untuk
melakukan penukaran atas barang yang disewa apabila barang tersebut rusak atau
memperbaiki dan penggtian komponen tertentu, selama barang tersebut diversis
untuk menghindari penambahan biaya pemeliharaan dan penundaan.
4.
Upgrade
lease
Memberikan pilihan yang lebih
fleksibel bagi lessee yang memungkinkan untuk meninta tambahan barang leasing
guna meningkatkan kualitas efesiensi.
5.
Master
lease
Lessor memberikan lease line
kredit yang memungkinkan lessee untuk menambah barang/peralatan untuk disewa
dengan persyaratan yang sama seperti kontrak sebelumnya.
6.
Short
term or experimental lease
Perjanjian atau kontrak leasing
kadang-kadang dilakukan dalam jangka waktu yang relatif pendek atau diberikan
masa percobaan penggunaan barang yang disewa.[9]
H. Mamfaat Leasing
Leasing mempeunyai beberapa mamfaat:
1.
Menghemat
modal
Leasing ini menghemat modal
kerja dalam memulai usaha, tidak perlu menyiapkan dana yang besar untuk
menyiapkan barang-barang. Dana yang tersedia bisa dialokasikan untuk kebutuhan
yang lain urgent.
2.
Diversifikasi
sumber-sumber pembiayaan
Adanya sumber pembiayaan selain
bank akan memberikan keluasan dan anternatif untuk membiayai usahanya tampa
khawatir adanya kebijaksanaan pengertian ekspansi kredit perbankan yang akan
membahayakan kelanjutan usahanya.
3.
Persyaratan
yang kurang ketat dan lebih fleksibel
Perjanjiannya tidak seketat
bank, meskipun lessor mempertimbangkan resiko yang biasanya dilakukan melalui
princing dari suatu kontrak leasing
dengan penyesuaian atas keuntungan-keutungan yang diinginkan.
4.
Biaya
lebih murah
Pengguna barang, peralatan
melalui metode leasing lebih murah dibandingkan dengan kredit bank berdasarkan
perhitungan nilai sekarang.[10]
5.
Resiko
Pemutusan Kontrak
Lessee diberi hak berupa
kemudahan untuk memutuskan kontrak, tetapi lessor juga dapat menjual barang modal kapan saja dengan
harga yang dapat menutupi bahkan melebihi dari sisa utang lessee.
6.
Pembukuan
yang lebih mudah
Pembukuannya lebih mudah dan
menguntungkan bagi perusahaan lessee. Bahkan cukup reasonable pula jika
transaksi leasing dimasukan sebagai pembiayaan secara off balance sheet.
7.
Pembiayaan
penuh
Tidak jarang pula pembiayaan
sewa guna usaha diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini membantu lessee
yang baru berdiri.
8.
Perlindungan dampak kemajuan teknologi
Lessee dapat terhindar dari
kerugian akibat barang yang disewa ketinggalan mudel karena pesatnya teknologi.[11]
[1]
Triandaru sigit, Budisantoso Toto, Bank
dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat 2009), hlm 190.
[2]
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta; RajaWali Pers, 2009), hlm 274.
[3]
Triandaru sigit, Budisantoso Toto, Bank
dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat 2009), hlm 190-191.
[4]
Ibid
[5]
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan
(Jakarta: Sinar Grafika,2008), hlm,55.
[6] Kasmir, Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta; RajaWali Pers, 2009),
hlm, 277-278.
[7]
Ibid:198-199
[8]
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, Edisi Revisi (Jakarta; RajaWali Pers, 2009), hlm,279.
[9]
Triandaru sigit, Budisantoso Toto, Bank
dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat 2009), hlm 199-200.
[10]
Ibid.196
[11]
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan
(Jakarta: Sinar Grafika,2008), hlm,52-53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar