Sabtu, 27 April 2013

Qardh (Utang)



Qardh (utang)
1.Iqradh artinya mengutangkan sesuatu dengan syarat si penerima diharapkan mengembalikannya dengan barang yang serupa. Hukumnya sunnat, sebab perbuatan ini mengandung makna membantu untuk menghilangkan kesulitan. Memberi utang atau iqradh termasuk perbuatan yang sangat dianjurkan dan dalil-dalil sunnahnya sudah cukup terkenal.
2.Antaralain seperti hadist imam muskah imam yang mengatakan,”Barang siapa menolong saudaranya dari kesulitan di dunia, niscaya Alloh akan menolongnya dari suatu kesulitan di hari kiamat. Alloh selalu membantu hamba-Nya selagi hamba yang bersangkutan selalu menolong saudaranya.”
3.Dalam sebuah hadist saheh lain disebutkan bahwa barang siapa memberi pinjaman karena Alloh sebanyak dua kali, maka dia memperoleh pahala semisal dengan jumlah salah satunya seandainya dia menyedekahkannya.

Memberi sedekah lebih baik dari pada memberi hutang
4.Memberi sedekah lebih afda dari pada memberi hutang. Lain halnya menurut ulama’ Yang berpendapat berbeda (yakni lebih mengafdalkan memberi hutang dari pada memberi sedekah, sebab orang yang mengajukan hutang jelas memerlukan. Lain halnya dengan penerima sedekah, adakalanya dia tidak memerlukanya, pent).
            5.hukum sunnat memberi hutang itu jika orang yang mengajukan tidak dalam keada’an terpaksa. Jika dia dalam keada’an terpaksa, maka hukum memberi hutang bukan sunnat lagi, melainkan wajib.
Haram mengajukan hutang bila tidak karena terpaksa        
6.Haram mengajukan hutang bagi orang yang tidak dalam keada’an terpaksa, sedangkan keada’an lahiriahnya menunjukkan tidak ada harapan untuk dapat segera mengembalikan hutangnya secara kontan disa’at masa pelunasannya tiba, bagi hutan yang berjangka waktu.
7.Demikian pula halnya disa’at orng yang mengutangkan mengetahui atau menduga bahwa orang yang berutang kepadanya akan membelanjakan hasil hutangnya itu untuk tujuan maksiat, (maka hyaram memberinya hutang, sama halnya dengan masalah diatas tadi).
8.Qiradh dinyatakan sah dengan ijab, seperti kata-kata,” aku mengiutangkan ini kpd mu,” atau “ aku berikan ini kpdmu dengan sarat kamu mengembalikannya nanti dengan yang serupa,” atau” Ambillah ini dan kembalikanlah nanti gantinya,” atau” gunakanlah ini untuk keperluanmu dan kembalikanlah nanti gantinya.”
9.Apabila dia tidak mengucapkan kata-kata, ” kembalikanlah ga ntinya,” maka artinya kinayah. Sedangkan kalau hanya kata-kata, “ ambillah!”, maka dianggap bukan memberikan hutang. Kecuali jika didahului oleh perminta’an, “ Berilah aku hutang barang ini, “ maka dinamakan hutang. Jika didahului dengan kata-kata, “ berilah aku,” maka jadinya hibah.
Seandainya dia hanya mengatakan, “ aku milikkan ini kepadamu,” sedangkan dia tidak berniat meminta gantinya, maka dinamakan hibah. Jika dia berniat meminta gantinya, maka dinamakan hutang kinayah /(sendirian).
10.Seandainya keduah belah pihak berselisih mengenai niat penagihan, maka yang dibenarkan ialah pihak yang diberikan hutang, sebab dia lebih mengetahui niat dirinya. Atau keduanya berselisih pendapat mengenai penyebutan tagihannya, karena hal inilah yang asal, dan pernyata’an yang dikemukakan jelas memperkuat dakwaannya.
11.Seandainya seseorang mengatakan kepada orang yang terpaksa,”Aku memberimu makan dengan pembayaran (tidak geratis),” lalu siterpaksa mengingkarinya, maka yang dibenarkan adalah pihak pemberi makan, karena memacu orang-orang agar melekuakan perbuatan yang terhormat ini.
12.Seandainya seseorang mengatakan,” Aku hibahkan kepadamu dengan pembayaran,” sedangkan si penerima mengatakan, “Bahkan gratis,” maka yang dibenarkan ialah sipembeli hibah
13.Seandainya seseorang mengatakan,”Belikanlah dengan uang dirhammu sepotong roti buatku,” lalu seseorang disuruh membelikanmu roti tersebut untuknya, maka uang dirham yang yang dipakainya merupakan hutang (yang dibebankan kepada pihak penyuruh), bukan hibah, menurut pendapat yang dapat dipegang.
Iqradh dinyatakan sah dengan adanya kabul
14. Iqradh atau memberi hutang dinyatakan sah dengan adanya kabul yang berhubungan langsung dengan ijab, seperti ucapan, “Aku beri dia hutang,” lalu dijawab langsung, “Aku terima hutangnya.”
Qiradh secara hukmi tidak memerlukan ijab dan kabul
15.Dibenarkan qiradh secara hukmi tidak memerlukan adanya ijab dan kabul seperti ketentuan di atas, misalnya memberi nafkah kepada anak yang ditemukan dalam keada’an memerlukan bantuan, memberi makan orang yang kelaparan, dan memberi pakaian orang yang tidak berpakaian (telanjang).
16.Termasuk ke dalam pengertian qiradh hukmi yaitu memerintahkan org lain agar memberikan sesuatu untuk tujuan si penyuruh sendiri (menalangi), misalnya memberi penyair, orang zalim, makan oran miskin, atau menebus tahanan, dan juga kata-kata, “Renovasilah rumahku.”
17.Sgolongan ulama mengatakan, dalam qiradh tidak disyaratkan adanya ijabdan kabul. Pendapat ini dipilih oleh Al-Adzru’i. Dia mengatakan bahwa qais boleh melakukan jual beli secara mu’athah (swaling memberi tanpa ijab dan kabul), dalam masalah jual beli diperbolehkan pula melakukan mu’athah dalam masalah qiradh.
Orang yang boleh memberi qiradh
18.Sesungguhnya orang yang boleh memberikan qirqdh itu hanyalah orang yang  secara sukarela berhak mengelolah apa yg dipesankan kapadanya, baik berupa ternak atau lainnya sekalipun barang bpesanan tersebut berupa uang yaqng tidak bresmi (yakni mas dan perak) yang bukan mata uang resmi.
19.Boleh mengutangkan roti dan adonannya serta peragi asamnya, tetapi tidak boleh mengutangkan ragi yang telah diproses menjadi yoghurt, menurut pendapat yang kuat alasannya. Yang dimaksud ialah ragi yang dicampur dengan susu agar susu menjadfi yoghurt. Dikatakan demiian karena kadar asamnya berbeda-beda (hingga sulit pengambilannya dengan barang yang sama).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar